Nalar Kritis KeberagamaanIRCISOD, 2021 - 268 halaman Zaman pascakebenaran telah men-downgrade informasi dan pengetahuan (keagamaan) sedemikian rupa. Tren ideologisasi politik dan perkembangan teknologi informasi yang kian menguat dan bersifat disruptif telah menumpulkan nalar kritis keagamaan kita. Dalam situasi seperti inilah, media baru melakukan objektivikasi agama untuk berbagai kepentingan: politik, ekonomi, dan lainnya yang bernilai profan, partikular, dan partisan. Di tengah kekacauan inilah, agama hanya menjadi komoditas dan alat untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Mereka pun terbius oleh bungkus dan kemasan daripada isi. Mereka lebih tertarik pada pengetahuan keagamaan yang bersifat instan dan simplikatif daripada kedalaman pengetahuan keagamaan yang bersifat hakiki. Akibatnya, di tengah masih rendahnya edukasi dan tingkat literasi media masyarakat, pengikisan kebenaran menjadi tak terelakkan. Maka, kemampuan baca-tulis merupakan peranti yang sangat penting dalam konteks pengembangan nalar. Al-Qur'an sendiri telah memberikan perintah baca-tulis agar kita sanggup menjadi manusia-manusia dengan nalar yang kritis dan visioner. Sebab, beragama tanpa nalar kritis rentan untuk dimobilisasi maknanya untuk kepentingan yang bertentangan dengan ruh dan hakikat agama. |
Isi
Bagian 25 | 142 |
Bagian 26 | 148 |
Bagian 27 | 152 |
Bagian 28 | 156 |
Bagian 29 | 160 |
Bagian 30 | 165 |
Bagian 31 | 172 |
Bagian 32 | 176 |
Bagian 9 | 59 |
Bagian 10 | 62 |
Bagian 11 | 67 |
Bagian 12 | 71 |
Bagian 13 | 78 |
Bagian 14 | 86 |
Bagian 15 | 91 |
Bagian 16 | 96 |
Bagian 17 | 101 |
Bagian 18 | 108 |
Bagian 19 | 113 |
Bagian 20 | 119 |
Bagian 21 | 124 |
Bagian 22 | 129 |
Bagian 23 | 132 |
Bagian 24 | 136 |
Bagian 33 | 182 |
Bagian 34 | 189 |
Bagian 35 | 195 |
Bagian 36 | 201 |
Bagian 37 | 205 |
Bagian 38 | 210 |
Bagian 39 | 217 |
Bagian 40 | 222 |
Bagian 41 | 227 |
Bagian 42 | 231 |
Bagian 43 | 236 |
Bagian 44 | 240 |
Bagian 45 | 245 |
Bagian 46 | 256 |