Nalar Kritis Keberagamaan

Sampul Depan

Zaman pascakebenaran telah men-downgrade informasi dan pengetahuan (keagamaan) sedemikian rupa. Tren ideologisasi politik dan perkembangan teknologi informasi yang kian menguat dan bersifat disruptif telah menumpulkan nalar kritis keagamaan kita. Dalam situasi seperti inilah, media baru melakukan objektivikasi agama untuk berbagai kepentingan: politik, ekonomi, dan lainnya yang bernilai profan, partikular, dan partisan.

Di tengah kekacauan inilah, agama hanya menjadi komoditas dan alat untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Mereka pun terbius oleh bungkus dan kemasan daripada isi. Mereka lebih tertarik pada pengetahuan keagamaan yang bersifat instan dan simplikatif daripada kedalaman pengetahuan keagamaan yang bersifat hakiki. Akibatnya, di tengah masih rendahnya edukasi dan tingkat literasi media masyarakat, pengikisan kebenaran menjadi tak terelakkan.

Maka, kemampuan baca-tulis merupakan peranti yang sangat penting dalam konteks pengembangan nalar. Al-Qur'an sendiri telah memberikan perintah baca-tulis agar kita sanggup menjadi manusia-manusia dengan nalar yang kritis dan visioner. Sebab, beragama tanpa nalar kritis rentan untuk dimobilisasi maknanya untuk kepentingan yang bertentangan dengan ruh dan hakikat agama.

 

Halaman terpilih

Isi

Bagian 1
5
Bagian 2
10
Bagian 3
20
Bagian 4
31
Bagian 5
36
Bagian 6
41
Bagian 7
46
Bagian 8
56
Bagian 25
142
Bagian 26
148
Bagian 27
152
Bagian 28
156
Bagian 29
160
Bagian 30
165
Bagian 31
172
Bagian 32
176

Bagian 9
59
Bagian 10
62
Bagian 11
67
Bagian 12
71
Bagian 13
78
Bagian 14
86
Bagian 15
91
Bagian 16
96
Bagian 17
101
Bagian 18
108
Bagian 19
113
Bagian 20
119
Bagian 21
124
Bagian 22
129
Bagian 23
132
Bagian 24
136
Bagian 33
182
Bagian 34
189
Bagian 35
195
Bagian 36
201
Bagian 37
205
Bagian 38
210
Bagian 39
217
Bagian 40
222
Bagian 41
227
Bagian 42
231
Bagian 43
236
Bagian 44
240
Bagian 45
245
Bagian 46
256
Hak Cipta

Istilah dan frasa umum

Informasi bibliografi