Akses Keadilan dan Migrasi Global: Kisah Perempuan Indonesia Pekerja Domestik di Uni Emirat Arab

Sampul Depan

Mereka diinginkan karena beragama sama, rajin bekerja, patuh, dan mau dibayar murah. Akan tetapi dalam waktu yang sama mereka ditempatkan sebagai orang yang berbeda, di-liyan-kan, dilekati stereotipe dan stigma sebagai perempuan murahan, terbelakang, dan bodoh. Mengapa? Karena mereka berasal dari ras, etnik, nasionaliti, kelas yang berbeda, dan perempuan!

Tanah Arab sebagai tujuan kerja memang menjadi pilihan mereka, karena berbagai harapan yang terkait dengan identitas religiositas. Tanah Arab dipandang sebagai Tanah Harapan, Tanah Suci, Namun mereka sama sekali tidak memiliki pemahaman tentang konteks sosial dan budaya Arab, suatu pengetahuan yang sangat penting sebelum berangkat. Di samping tentu saja ketiadaan pengetahuan tentang hukum yang bisa diakses untuk melindungi mereka di negara tujuan. Mereka menjadi terkejut karena ternyata justru di Tanah Harapan, mereka tidak memperoleh kesempatan bahkan untuk bersembahyang lima waktu, suatu praktik keagamaan yang biasa mereka lakukan di kampung halaman. Beban kerja yang berlebihan dan jam kerja yang panjang adalah salah satu kenyataan yang harus mereka hadapi.

Perjalanan migrasi bukan hanya persoalan tarikan remitansi yang begitu kuat, tetapi juga merupakan konstruksi kelindan sosial yang terbangun di antara perempuan dengan berbagai pihak yang terkait dalam “bisnis migrasi”. Migrasi para perempuan telah menciptakan mata rantai kehidupan bagi banyak orang sejak dari kampung halaman sampai negara tujuan. Konstribusi mereka di pasar global berupa menggantikan peran produksi dan reproduksi perempuan di negara kaya. Karena keberadaan mereka, perempuan di negara kaya bisa melepaskan diri dari peran-peran tradisional selama berabad-abad, dan bisa menikmati dunia materi: barang, jasa, dan peluang-peluang, yang disediakan oleh ekonomi modern global.

Konstruksi budaya dan hukum tentang “siapa perempuan pekerja domestik” itu merefleksikan akses keadilan bagi mereka. Keadilan tidak identik dengan konteks “berhasil”, yang dimaknai secara sempit dan dangkal sebatas “membawa pulang gaji dengan selamat”. Keadilan substansial adalah memberi perlindungan hukum dan menjamin hak-hak dasar mereka sebagai manusia yang bekerja. Studi ini mengkaji akses keadilan bagi perempuan pekerja migran domestik, dengan keempat pilarnya: (1) tersedianya hukum yang menjamin keadilan, (2) pengetahuan hukum, (3) identitas hukum, dan (4) bantuan hukum.

 

Istilah dan frasa umum

Tentang pengarang

Henky Irzan, lulus jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gajah Mada tahun 1985, dan mendapat Magister dalam bidang Ilmu Ekonomi dari Fakulas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada tahun 1992. Banyak terlibat dalam penelitian makro ketenagakerjaan Indonesia, termasuk masalah pekerja migran Indonesia. Pernah menjabat sebagai Atase Tenaga Kerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Abu Dhabi, tahun 2005-2008. Saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Lim Sing Meij, doktor Sosiologi, Universitas Indonesia, yang kini aktif sebagai peneliti di Pusat Kajian Wanita dan Jender UI. Penajaman fokus terhadap persoalan perempuan diperolehnya dari pengasahan intelektual di Program Pascasarjana Kajian Wanita, Universitas Indonesia. Buku-bukunya antara lain: Perdagangan Perempuan dalam Jaringan Pengedaran Narkotika (2004), bersama Sulistyowati Irianto dan Firliana Purwanti), dan Ruang Sosial Baru Perempuan Tionghoa: Sebuah Kajian Pascakolonial (2009).

Sulistyowati Irianto, Guru Besar dalam bidang Antropologi Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Mendapat gelar Magister dalam bidang Antropologi Hukum dari Universitas Leiden dan UI tahun 1990, dan Doktor dalam bidang yang sama dari UI tahun 2000. Ia mengajar di FHUI, FISIP UI, dan Program Kajian Wanita Program Pascasarjana UI. Saat ini menjadi Ketua Program Studi Pascasarjana Antropologi, FISIP UI, dan ketua Pusat Kajian Wanita dan Jender, UI dan Board member International Commission on Legal Pluralism (2006-2011). Ia memberi perhatian pada studi “pluralisme hukum” dan “gender dan hukum”. Bukunya antara lain, Perempuan di antara Berbagai Pilihan Hukum (2005), Perempuan dan Hukum (2006, editor), Perempuan di Persidangan (2006, bersama Lidwina Nurcahyo), Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana (2008, bersama Antonius Cahyadi), Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi (2009, editor bersama Shidarta), Hukum yang Bergerak (2009, editor).

Theresia Dyah Wirastri, adalah salah seorang peneliti muda yang tergabung di Pusat Kajian Wanita dan Jender Universitas Indonesia, dan sangat tertarik dengan bahasan seputar socio-legal studies. Menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan bidang kekhususan Hukum dan Masyarakat (2004). Ia menyelesaikan studi pascasarjana bidang Sosiologi Hukum di International Institute for Sociology of Law, Onati, Spanyol (2009).

Tirtawening Parikesit, adalah salah seorang peneliti muda Pusat Kajian Wanita dan Jender Universitas Indonesia. Menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dengan bidang kekhususan Hukum dan Masyarakat (2005), dan studi S2 di Pascasarjana Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (2010). Saat ini, selain melakukan berbagai penelitian juga membantu pengajaran mata kuliah Wanita dan Hukum dan Antropologi Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Terlibat dalam pembuatan buku Perempuan di Persidangan (2006) dan Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana (2008).

Titiek Kartika, adalah pengajar di Fisip Universitas Bengkulu, dan peneliti pada Pusat Studi Wanita Universitas Bengkulu. Ia membuat track penelitian untuk isu gender dan perempuan, terutama perempuan dan politik. Pernah meneliti “Trafficking in Women and Girls for Prostitution from Southeast Asian and Eastern Europe Regions to Europe through Internet” (2000), Model Pusat Krisis Tingkat Desa untuk Perempuan Korban Kekerasan (2006-2007), Revitalisasi Kedaulatan Perempuan Warga Negara (2008), Transient Poverty pada Masyarakat Pesisir (2009-2010), Rebuilding Etnis Diaspora Pada Politisi Perempuan (2010). Menulis buku Panduan tentang Gender di Parlemen, bersama Sulistyowati Irianto, diterbitkan oleh Setjend DPR dan DPD RI bekerja sama dengan PROPER dan PRIDE UNDP (2009), A Journey of Learning: Sebuah Pengalaman Advokasi HIV/AIDS yang diterbitkan oleh Stop AIDS Now! (2010), Instrumen Penguatan Perempuan Politisi (forthcoming). Selain mengajar dan meneliti, sepuluh tahun terakhir, ia mengembangkan aktivismenya pada organisasi perempuan di tingkat lokal, nasional, dan regional Asia-Pasifik.

Vidhyandika D. Perkasa, adalah peneliti senior di Department Politik dan Hubungan Internasional, di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta. Selain sebagai peneliti ia juga sebagai pemimpin redaksi jurnal ANALISIS, CSIS. Ia memperoleh gelar sarjana di bidang Antropologi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1992), Master of Science diperolehnya di bidang Social Policy and Planning in Developing Countries dari the London School of Economics and Political Science (1995), sedangkan gelar doktoralnya diperoleh di bidang Antropologi dari Monash University, Melbourne, Australia (2005). Minat penelitiannya adalah relasi antar etnis, governance, pekerja migrant domestik dan konflik. Ia telah melakukan beberapa penelitian di Papua dengan tema konflik dan tatakelola pemerintahan di Papua. Disertasinya: “Poverty in a Chinese Community in West Java, Indonesia: Survival, Identity and Social Face” diterbitkan oleh Lambert Academic Publishing di Jerman pada tahun 2010.

Informasi bibliografi